SEDERHANA DLM SUNNAH LEBIH BAIK DARI PADA SEMANGAT TAPI SESAT

Senin, 08 Maret 2021

ADAB ISLAM KEPADA PEKERJA

ADAB ISLAM KEPADA PEKERJA

Pekerja dalam istilah lainnya disebut juga, buruh, atau pembantu. Pekerja adalah orang yang memiliki hubungan kerja dengan majikan atau perusahan yang mempekerjakannya. Dan pekerja akan mendapatkan upah sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Banyak kasus terjadi kaum pekerja yang mendapatkan perlakuan sewenang-wenang dari majikan atau perusahaan yang mempekerjakannya, sehingga banyak lahir serikat pekerja yang tujuan utamanya untuk memberikan perlindungan dan pembelaan hak terhadap kaum pekerja.

Islam sebagai agama yang membela kaum lemah memberikan tuntunan kepada orang yang memiliki pekerja, supaya di antara kedua pihak tidak ada yang merasa teraniaya,

Dan berikut ini tuntunan Islam yang harus diketahui oleh majikan terhadap pekerjanya :

1. Membayar pekerja dengan upah yang pantas

Termasuk perbuatan keji membayar upah pekerja dengan nilai yang tidak layak. Memberi upah yang tidak layak, sama artinya dengan memanfaatkan orang yang sangat membutuhkan pekerjaan untuk menyambung hidupnya, sehingga ia tidak punya pilihan selain bekerja dengan upah yang tidak pantas. Dan Allah melaknat orang yang membayar upah kepada pekerja dengan upah yang tidak pantas.

Dalam hadis qudsi dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meriwayatkan, bahwa Allah Ta'ala berfirman,

ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ… وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ

“Ada tiga orang yang akan menjadi musuh-Ku (musuh Allah) pada hari Kiamat, … (salah satunya) orang yang mempekerjakan seorang buruh, si buruh memenuhi tugasnya, namun dia tidak memberikan upahnya (yang sesuai)”. (Hr. Bukhari, 2227, dan Ibn Majah, 2442).

Membayar pekerja dengan upah semena-mena adalah bentuk penganiayaan kepada manusia. Dan Islam melarang berbuat aniaya kepada sesama manusia.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

"Dan tidak ada yang (boleh) berbuat aniaya terhadap yang lain”. (Hr. Muslim, no. 2865).

2. Membayar upah pekerja harus tepat waktu

Islam memerintahkan kepada orang yang memiliki pekerja untuk membayar upah mereka tepat waktu sesuai dengan perjanjian.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

“Berikanlah upah pekerja (buruh), sebelum kering keringatnya”. (Hr. Ibn Majah).

Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya memberikan upah kepada pekerja secepatnya, sampai-sampai Nabi menyebutnya, "Sebelum kering keringatnya".

Dan termasuk perbuatan dzalim kepada pekerja yang telah menyelesaikan pekerjaannya dengan capek dan lelah, kemudian majikannya menunda-nunda upahnya, padahal pekerja tersebut sangat membutuhkan upah dari hasil kerjanya.

3. Tidak membebani pekerja dengan pekerjaan diluar batas kemampuannya

Termasuk juga kepada perbuatan dzalim adalah seorang majikan yang memberikan pekerjaan kepada pekerjanya diluar batas kemampuannya, sehingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada orang yang memiliki pekerja untuk memberikan pekerjaan yang sekiranya ia sanggup kerjakan, bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada majikannya untuk membantu mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ

“Janganlah kalian membebani mereka (pembantu), dan jika kalian memberikan tugas kepada mereka, bantulah mereka”. (Hr. Bukhari, no. 30).

Membebani pekerja dengan pekerjaan yang di luar batas kemampuannya merupakan bentuk kedzaliman, dan Islam mengharamkan perbuatan dzalim.

Allah Ta’ala berfirman,

أَلاَ لَعْنَةُ اللّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ

“Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang dzalim”. (Qs. Hud: 18).

4. Meringankan pekerjaannya

Allah memberi pahala kepada majikan yang meringankan pekerjaan pekerjanya (pembantunya).

Seharusnya majikan meringankan pekerjaan pembantunya (pekerjanya), karena pekerja (pembantu) bukan mesin yang terbuat dari besi, sehingga bisa dibebani dengan pekerjaan yang berat. Seorang pekerja adalah manusia yang memiliki keterbatasan. Apabila seorang pekerja bekerja terlalu berat, maka akan menimbulkan dampak buruk bagi keselamatan dan kesehatannya. Dan Allah membalas majikan yang meringankan pekerjaan pembantunya dengan balasan pahala.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا خَفَّفْتَ عَنْ خَادِمِكَ مِنْ عَمَلِهِ كَانَ لَكَ أَجْرًا فِي مَوَازِينِكَ

“Keringanan yang kamu berikan kepada pembantumu, maka itu menjadi pahala di timbangan amalmu”. (Hr. Ibn Hibban).

5. Tidak bersikap angkuh dan sombong kepada pekerja

Majikan dan pekerja di sisi Allah adalah sama-sama makhluk-Nya, sehingga tidak sepantasnya seorang majikan angkuh dan menyombongkan diri di hadapan pekerjanya, karena merasa memiliki derajat yang lebih tinggi.

Allah Ta'ala berfirman,

وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولا

“Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan sampai setinggi gunung”. (Qs. Al-Isra: 37).

Allah Ta’ala berfirman,

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (Qs. Luqman: 18).

Seorang majikan tidak perlu merasa hina makan bersama dengan pekerjanya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا اسْتَكْبَرَ مَنْ أَكَلَ مَعَهُ خَادِمُهُ، وَرَكِبَ الْحِمَارَ بِالأَسْوَاقِ، وَاعْتَقَلَ الشَّاةَ فَحَلَبَهَا

“Bukan orang yang sombong, majikan yang makan bersama pembantunya”. (Hr. Bukhari dalam Adabul Mufrad, 568, Baihaqi dalam Syuabul Iman, 7839).

6. Tidak berlaku kasar kepada pekerja

Seorang muslim sepantasnya meneladani Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang tidak pernah berlaku kasar kepada pembantunya, 

Aisyah radhiyallahu 'anha menyebutkan,

مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلاَ امْرَأَةً وَلاَ خَادِمًا…

“Tidak pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul dengan tangannya sedikit pun, tidak kepada wanita, tidak pula kepada pembantu”. (Hr. Muslim, 2328, Abu Daud, 4786).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjumpai Abu Mas’ud Al-Anshari yang memukul budak lelakinya, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkannya,

اعْلَمْ أَبَا مَسْعُودٍ، لَلَّهُ أَقْدَرُ عَلَيْكَ مِنْكَ عَلَيْهِ

“Ketahuilah wahai Abu Mas’ud, Allah lebih kuasa untuk menghukummu seperti itu, daripada kemampuanmu untuk menghukumnya".

Abu Mas’ud Al-Anshari kaget ketika perbuatannya diketahui oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan ia langsung membebaskan budaknya.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَمَا لَوْ لَمْ تَفْعَلْ لَلَفَحَتْكَ النَّارُ

“Seandainya engkau tidak melakukannya, niscaya Neraka akan melahapmu”. (Hr. Muslim, 1659, Abu Daud, 5159, dan yang lainnya).

7. Mengasihi dan menyayangi pekerja

Kebanyakan pekerja adalah kaum lemah, sehingga sepantasnya seorang majikan mengasihi dan menyayangi pekerjanya,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

"Kasihilah orang-orang yang berada di atas bumi, niscaya Dia (Allah) yang berada di atas langit akan mengasihi kamu". (Hr. at-Tirmidzi, no. 1924).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

وَإِنَّـمَـا يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ

"Sesungguhnya Allâh menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang". (Hr. Bukhari, no. 1284, dan lainnya).

Itulah tuntunan Islam yang perlu diketahui oleh orang-orang yang memiliki pekerja.

Berikutnya kita simak bagaimana sikap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada para pembantunya.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, adalah di antara orang yang pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama hampir 9 tahun, sejak dari usia 10 tahun.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Suatu hari (sewaktu aku masih kanak-kanak), beliau menyuruhku untuk suatu pekerjaan. Aku bergumam, aku tidak mau berangkat, sementara hatiku meneriakkan untuk berangkat menunaikan perintah Nabi Allah. Aku pun berangkat, sehingga melewati sekumpulan anak-anak yang sedang bermain di pasar. Aku pun ikut bermain bersama mereka. Tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tengkukku dari belakang. Aku lihat Nabi, dan beliau tertawa. 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian berkata, “Hai Anas, berangkatlah seperti yang aku perintahkan”. “Ya, saya pergi sekarang ya Rasulullah”. Jawab Anas.

Dari riwayat di atas, Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu ingin memberikan pelajaran tentang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata,

وَاللهِ! لَقَدْ خَدَمْتُهُ سَبْعَ سِنِينَ أَوْ تِسْعَ سِنِينَ مَا عَلِمْتُ قَالَ لِشَيْءٍ صَنَعْتُ: لِمَ فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا. وَلاَ لِشَيْءٍ تَرَكْتُ: هَلاَّ فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا

"Demi Allah, aku telah melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama tujuh atau sembilan tahun. Dan aku belum pernah sekalipun mendapati Nabi berkomentar terhadap apa yang aku lakukan, “Mengapa kamu lakukan ini ?”, tidak juga beliau mengkritik, “Mengapa kamu tidak lakukan ini ?”. (Hr. Muslim, 2310, dan Abu Daud, 4773).

Dalam sebagian riwayat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat perhatian terhadap kebutuhan pembantunya. Bahkan sampai menyemangati pembantunya untuk menikah. 

Rabi’ah bin Ka’b al-Aslami menyebutkan, Saya pernah menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menawarkan, “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah ?”. Aku menjawab, “Tidak ya Rasulullah, saya belum ingin menikah. Saya tidak punya biaya yang cukup untuk menanggung seorang istri, dan saya tidak ingin disibukkan dengan sesuatu yang menghalangiku untuk melayani engkau”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berpaling dariku. Setelah itu beliau bertanya kembali, “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah ?”. Aku pun menjawab dengan jawaban yang sama, “Tidak ya Rasulullah, saya belum ingin menikah. Saya tidak punya ….dst”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berpaling dariku. Kemudian aku ralat ucapanku, aku sampaikan, “Ya Rasulullah, engkau lebih tahu tentang hal terbaik untukku di dunia dan akhirat”. Aku bergumam dalam hatiku, “Jika Nabi bertanya lagi, aku akan jawab, Ya”.

Dan ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kembali untuk yang ketiga kalinya, “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah ?”. Aku langsung menjawab, “Ya, perintahkan aku sesuai yang engkau inginkan”. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mendatangi keluarga fulan, salah seorang dari suku Anshar… (Hr. Ahmad 16627, Hakim 2718, dan at-Thayalisi, 1173).

Tidak hanya bersikap baik dalam urusan dunia, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperhatikan urusan akhirat pembantunya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah memiliki seorang pembantu yang masih remaja beragama Yahudi. Suatu ketika si Yahudi ini sakit keras. Nabi pun menjenguknya dan memperhatikannya. Ketika merasa telah mendekati kematian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dan duduk di samping kepalanya. Beliau ajak anak ini untuk masuk Islam. Si anak kemudian melihat bapaknya, seolah ingin meminta pendapatnya. Bapaknya kemudian berkata, ‘Ta'ati Abul Qosim (nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)’. Anak Yahudi itu pun masuk Islam. Dan setelah itu ruhnya keluar. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan rumahnya dengan berkata,

berkata,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ

“Segala puji bagi Dzat Yang telah menyelamatkannya dari Neraka”. (Hr. Bukhari, 1290).

Demikianlah indahnya adab Islam dalam bermuamalah dengan para pembantu atau pekerja.

Semoga bermanfa'at.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Penulis : Abu Meong


Kunjungi blog pribadi di : https://agussantosa39.wordpress.com/category/01-islam-dakwah-tauhid/01-islam-sudah-sempurna

Kunjungi juga Channel Youtube Abu Meong di, https://m.youtube.com/channel/UCY84L0V-doictq9w3VxQpaw/videos


____________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar