SEDERHANA DLM SUNNAH LEBIH BAIK DARI PADA SEMANGAT TAPI SESAT

Senin, 08 Maret 2021

ADAB ISLAM DALAM MENGUCAPKAN SALAM DAN MEMBALASNYA

ADAB ISLAM DALAM MENGUCAPKAN SALAM DAN MEMBALASNYA

Mengucapkan salam dan juga membalasnya, ada adabnya dalam Islam, dan berikut ini adab-adabnya :

1. Ucapkan salam dengan lafadz yang lebih baik

Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ، فَرَدَّ عَلَيْهِ ثُمَّ جَلَسَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَشْرٌ

Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengucapkan, "Assalaamu ‘alaikum". Maka dijawab oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ia duduk, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sepuluh".

 ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ، فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ فَقَالَ: عِشْرُوْنَ

Kemudian datang orang lain (yang kedua) memberi salam, "Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah". Setelah dijawab oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ia pun duduk, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Dua puluh".

 ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ فَقَالَ: ثَلاَثُوْنَ

Kemudian datang yang lain (ketiga) dan mengucapkan salam, "Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh". Maka, dijawab oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ia pun duduk dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Tiga puluh". (Hr. Al-Bukhari, dan lainnya).

Hadits ini menunjukkan ucapan salam yang lebih baik, maka nilai pahalanya lebih besar.

2. Tidak boleh mengucapkan salam dengan lafadz,

اَلسَّلاَمُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى

“Semoga keselamatan tercurah hanya kepada orang yang mengikuti petunjuk”.

Lafadz salam ini hanya Nabi ucapkan kepada Raja Hiraclius yang beragama Nasrani, sebagaimana yang ditulis dalam surat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini,

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ إِلَى هَرَقْلِ عَظِيْمِ الرُّوْمِ، سَلاَمٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى…

“Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dari Muhammad hamba Allah dan utusannya, kepada Hiraclius penguasa bangsa Romawi, keselamatan bagi orang-orang yang mau mengikuti petunjuk”.

Ucapan salam seperti yang diatas hanya boleh diucapkan kepada orang kafir, dan tidak sepantasnya diucapkan kepada sesama muslim.

3. Tidak boleh mengucapkan salam dengan lafadz,

عَلَيْكَ السَّلاَمُ

“Semoga keselamatan senantiasa tercurah atasmu”.

Dalam sebuah riwayat dikatakan, seorang laki-laki bernama Abu Jura al-Hujaimi berkata, Aku mencari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun aku tidak mendapatinya, kemudian aku duduk, tiba-tiba datang sekelompok orang dan beliau ada di antara mereka sedang aku tidak mengenalnya, saat itu beliau sedang mendamaikan beberapa dari mereka (yang berselisih). Kemudian setelah selesai ada sebagian dari mereka yang berdiri bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah’, tatkala aku melihat hal tersebut, maka aku katakan,

عَلَيْكَ السَّلاَمُ، يَارَسُوْلَ اللهِ 

"Alaikas salaam ya Rasulullah" (artinya : Semoga keselamatan senantiasa tercurah atasmu wahai Rasulullah, 3 kali).

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Janganlah engkau berkata (mengucapkan salam) seperti itu.

إِنَّ عَلَيْكَ السَّلاَمُ تَحِيَّةُ الْمَوْتَى

Sesungguhnya, "Alaikas salaam itu adalah salam kepada orang mati". (Nabi berkata 3 kali).

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekatiku dan berkata,

إِذَا لَقِيَ الرَّجُلُ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فَلْيَقُلِ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ

Apabila seseorang bertemu dengan saudaranya sesama muslim, hendaklah ia mengucapkan : "Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah".

ثُمَّ رَدَّ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ، وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ، وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan jawabannya kepadaku : "Wa ‘alaika warahmatullaahi" (dan semoga rahmat Allah juga terlimpah atasmu). (Nabi berkata 3 kali). (Hr. Abu Dawud, no. 4084, at-Tirmidzi, no. 2721).

4. Tidak boleh memberi salam hanya dengan isarat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَ الْيَهُوْدِ، فَإِنَّ تَسْلِيْمَهُمْ بِالرُّؤُوْسِ وَاْلأَكْفِ وَاْلإِشَارَةِ

“Janganlah kalian memberikan salam sebagaimana salamnya orang-orang Yahudi. Karena sesungguhnya cara Yahudi memberi salam adalah dengan (anggukan) kepala dan lambaian tangan atau dengan isyarat (tertentu)”. (Hr. At-Tirmidzi, no. 2695).

Larangan memberi salam dengan isarat, hanya berlaku kepada orang yang mampu mengucapkan salam dengan lisan. Akan tetapi bagi mereka yang mempunyai kesibukan dan tidak dapat menjawab atau mengucapkan salam dengan lisan, seperti orang yang sedang shalat atau kepada orang yang keadaannya jauh, atau orang bisu atau juga kepada orang tuli, maka larangan tersebut tidak berlaku.

5. Ucapkan salam kepada yang dikenal maupun kepada yang tidak dikenal

Abdullah bin Amr mengatakan, ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَىُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ ؟

“Amalan islam apa yang paling baik ?”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ، وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ

“Memberi makan (kepada orang yang butuh), dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan kepada orang yang tidak engkau kenali”. (Hr. Bukhari no. 6236).

Dan di antara tanda kiamat adalah mengucapkan salam kepada orang yang dikenal saja, tidak mau mengucapkan salam kepada orang yang tidak dikenal.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مِنْ أَشْرَاط السَّاعَة أَنْ يَمُرّ الرَّجُل بِالْمَسْجِدِ لَا يُصَلِّي فِيهِ، وَأَنْ لَا يُسَلِّم إِلَّا عَلَى مَنْ يَعْرِفهُ

“Di antara tanda-tanda (dekatnya) hari kiamat adalah seseorang melewati masjid yang tidak pernah dia shalat disana, lalu dia hanya mengucapkan salam kepada orang yang dia kenal saja”. (Lihat Fathul Bari, 17/458).

Ibnu Mas’ud berkata,

إِنَّهُ سَيَأْتِي عَلَى النَّاس زَمَان يَكُون السَّلَام فِيهِ لِلْمَعْرِفَةِ

“Sungguh akan datang suatu masa, pada masa tersebut seseorang hanya akan mengucapkan salam pada orang yang dia kenali saja”.

Ibnu Hajar mengatakan, “Mengucapkan salam kepada orang yang tidak kenal merupakan tanda ikhlash dalam beramal kepada Allah Ta’ala, tanda tawadhu’ (rendah diri), dan menyebarkan salam merupakan syi’ar dari umat ini”. (Lihat Fathul Bari, 17/459).

Dan tidak tepat berdalil dengan hadits di atas untuk memulai mengucapkan salam pada orang kafir, karena memulai salam hanya disyari’atkan bagi sesama muslim. Jika kita tahu bahwa orang tersebut muslim, maka hendaklah kita mengucapkan salam padanya. Atau mungkin dalam rangka hati-hati, kita juga tidak terlarang memulai mengucapkan salam padanya sampai kita mengetahui bahwa dia itu kafir. (Lihat Fathul Bari, 17/459).

6. Ucapkan salam kepada anak-anak

Diriwayatkan dari Anas, bahwa dia melewati beberapa anak-anak kecil lalu dia memberi salam kepada mereka dan berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal ini”. (Hr. Bukhari no. 6247, Muslim no. 2168).

Memberi ucapan salam kepada anak-anak sebagai pendidikan supaya mereka mengenal adab Islam dan mereka menjadi orang-orang yang memiliki akhlak yang mulia.

7. Ucapkan salam apabila memasuki atau meninggalkan majlis

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ، فَإِنْ بَدَا لَهُ أَنْ يَجْلِسَ فَلْيَجْلِسْ، ثُمَّ إِذَا قَامَ وَالْقَوْمُ جُلُوْسٌ فَلْيُسَلِّمْ، فَلَيْسَتِ اْلأُوْلَى بِأَحَقَّ مِنَ اْلآخِرَةِ

“Apabila salah seorang diantara kalian sampai pada suatu majelis, maka hendaklah ia mengucapkan salam. Jika setelah itu hendak duduk, maka duduklah. Kemudian apabila ia hendak berdiri meninggalkan majelis sedangkan orang lain masih duduk hendaklah mengucapkan salam, karena saat kedatangan tidak lebih berhak untuk diucapkan salam didalamnya dari saat kepergian”. (Hr. Ahmad).

8. Balaslah salam dengan yang lebih baik atau minimal dengan yang serupa

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)”. (Qs. An Nisa’: 86).

Apabila seorang muslim mengucapkan salam kepada kalian, maka balaslah salamnya itu dengan salam yang lebih baik darinya, atau balaslah ia dengan salam yang sama. Salam lebihan hukumnya sunat, dan salam yang semisal hukumnya fardu. (Tafsir Ibnu Katsir, Qs. An Nisa’: 86).

Bentuk membalas salam disini boleh dengan yang semisal atau yang lebih baik, dan tidak boleh lebih rendah dari ucapan salamnya tadi.

Contohnya : Jika saudara kita memberi salam: "Assalaamu ‘alaikum", maka minimal kita jawab, "Wa ’alaikumus salam". Atau yang lebih lengkap lagi dan ini lebih baik, dijawab dengan, "Wa ’alaikumus salam wa rahmatullah", atau kita tambahkan lagi, "Wa ’alaikumus salam wa rahmatullah wa barokatuh".

Begitu pula jika kita diberi salam, "Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah", maka minimal kita jawab, "Wa’alaikumus salam wa rahmatullahi", atau jika ingin yang lebih baik, kita ucapkan, "Wa ’alaikumus salam wa rahmatullahi wa barokaatuh".

Apabila kita diberi salam dengan suara yang jelas, maka hendaklah kita jawab dengan suara yang jelas, dan tidak boleh dibalas dengan suara lirih.

Begitu juga jika saudara kita memberi salam dengan tersenyum dan menghadapkan wajahnya pada kita, maka hendaklah kita balas salam tersebut sambil tersenyum dan menghadapkan wajah padanya. Itulah di antara bentuk membalas yang baik.

Hendaklah kita membalas salam minimal sama dengan salam pertama tadi, begitu juga dalam tata cara penyampaiannya. Namun, jika kita ingin lebih baik dan lebih mendapatkan keutamaan, maka hendaklah kita membalas salam tersebut dengan yang lebih baik, sebagaimana yang dicontohkan diatas.

(Lihat penjelasan ini di Syarh Riyadhus Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin pada Bab ‘Al Mubadaroh ilal Khiyarot).

8. Dibolehkan berdiri untuk memberi ucapan salam

Dibolehkan berdiri untuk memberi ucapan salam sebagai ucapan selamat atau belasungkawa atau berdiri untuk menolong orang yang sudah jompo (lemah) atau berdirinya seorang anak untuk (menghormati) orang tuanya atau seorang isteri kepada suaminya atau sebaliknya, sebagaimana juga berdirinya untuk menyambut orang yang baru datang dari bepergian (safar), juga berdiri seseorang dari majelisnya untuk menyambut orang yang datang pada majelis tersebut.

Dan begitu juga tidak boleh seseorang atau lebih berdiri dalam rangka memberi hormat kepada seseorang yang sedang duduk, sebagaimana kebiasaan para raja atau penguasa bengis lainnya. Namun dikecualikan dalam hal ini apabila berdiri untuk tujuan yang bermanfaat, sebagaimana berdirinya Ma’qil bin Yasar untuk mengangkat ranting dari bongkahan kayu yang ada diatas kepala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika peristiwa Bai’ah”. (Hr. Muslim).

Sedangkan sengaja bangkit berdiri ketika melihat seseorang, seperti ketika orang-orang berada disuatu majelis kemudian datang seseorang lalu mereka berdiri dan memberi salam padanya, pendapat yang kuat dalam hal ini adalah haram hukumnya. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Mu’awiyah bahwa dia pernah masuk ke suatu rumah yang didalamnya terdapat Ibnu Amir dan Ibnuz Zubair. Kemudian Ibnu Amir berdiri sedangkan Ibnuz Zubair tetap duduk. Lalu Mu’awiyah berkata, “Duduklah, sungguh aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَتَمَثَّلَ لَهُ الْعِبَادُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

"Barangsiapa yang senang jika para hamba Allah berdiri (memberi hormat) kepadanya, maka silakan menempati tempat duduknya didalam Neraka". (Hr. Abu Dawud no. 5229, at-Tirmidzi no. 2915, Ahmad IV/93, 100).

Alhamdulilllah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.

Semoga bermanfa'at.


Disunting dengan sedikit perubahan redaksi dari :

https://rumaysho.com/182-ucapan-salam-amalan-mulia-yang-ditinggalkan.html

https://almanhaj.or.id/4008-adab-adab-mengucapkan-salam.html


________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar