SEDERHANA DLM SUNNAH LEBIH BAIK DARI PADA SEMANGAT TAPI SESAT

Selasa, 09 Maret 2021

ADAB ISLAM KEPADA BINATANG

ADAB ISLAM KEPADA BINATANG

Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki adab kepada semua makhluk Allah, termasuk juga kepada binatang.

Dan berikut ini adab Islam kepada binatang :

1. Berbuat baik kepada binatang dengan memberinya makan, minum, dan lainnya

Sebuah riwayat menyebutkan, Allah Ta'ala memberikan rahmat dan ampunan-Nya kepada orang yang telah berbuat baik kepada binatang.

Abu Hurairah radhiallahu 'anhu meriwayatkan, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطْشُ فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مِنْهَا

Ketika berjalan, seorang laki-laki mengalami kehausan yang sangat. Dia turun ke suatu sumur dan meminum darinya.

ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطْشِ

Ketika keluar (dari sumur), ia melihat seeokor anjing yang sedang kehausan sehingga menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah yang basah.

فَقَالَ: لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِـي

Laki-laki itu berkata, “Sungguh, anjing ini telah tertimpa (dahaga) seperti yang telah menimpaku”.

فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ ثُمَّ رَقى فَسَقَى الْكَلْبَ

Ia (turun lagi ke sumur) untuk memenuhi sepatu kulitnya (dengan air) kemudian memegang sepatu itu dengan mulutnya, lalu naik dan memberi minum anjing tersebut.

 فَشَكَرَ اللهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ

Maka Allah berterima kasih terhadap perbuatannya, dan memberikan ampunan kepadanya.

قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ لَنَـا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا ؟

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasullulah, apakah kita mendapat pahala (apabila berbuat baik) kepada binatang ?”

قَالَ: فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطبَةٍ أَجْرٌ

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Pada setiap yang memiliki hati yang basah maka ada pahala (ketika berbuat baik kepadanya)”. (Hr. al-Bukhari, dan Muslim).

Berikut sebuah hadits yang menunjukkan harus memberi makan kepada hewan, sehingga bisa makan yang cukup.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سِرْتُمْ فِي أَرْضٍ خصْبَةٍ فَأَعْطُوا الدَّوَابَّ حَظَّهَا وَإِذَا سِرْتُمْ فَي أَرْضٍ مَجْدَبَةٍ فَانْجُوا عَلَيْهَا

“Apabila kalian melakukan perjalanan di tanah subur, berilah binatang (tunggangan) itu haknya (mendapatkan makan). Apabila kamu melakukan perjalanan di bumi yang tandus, percepatlah perjalanan”. (Hr. al-Bazzar, lihat ash-Shahihah, no. 1357).

Percepatlah perjalanan dalam hadits di atas maksudnya, supaya segera sampai di tujuan, dan binatang tunggangan bisa segera makan dan minum, sehingga tidak kelaparan dan kehausan.

2. Mengasihinya

Binatang sebagimana manusia, juga perlu dikasihani dan disayangi, tidak boleh berbuat dzalim atau menganiayanya.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ

“Orang yang tidak menyayangi, maka tidak disayangi (oleh Allah)”. (Hr. al-Bukhari, no. 6013).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Kasihanilah siapa yang ada di bumi ini, niscaya kalian dikasihani oleh yang ada di langit”. (Hr. At-Tirmdzi, 1924).

3. Tidak mengurungnya sehingga mati kelaparan

Mengurung binatang sehingga ia tidak bisa mencari makan termasuk kepada perbuatan dzalim, sehingga pelakunya akan mendapatkan adzab Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ، فَدَخَلَتْ فِيْهَا النَّارَ، لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ

“Seorang wanita disiksa karena kucing yang dikurungnya sampai mati. Dengan sebab itu dia masuk Neraka. Dia tidak memberinya makanan dan minuman ketika mengurungnya. Dia tidak pula melepasnya sehingga kucing itu bisa memakan serangga yang ada di bumi”. (Hr. al-Bukhari, dan Muslim).

4. Tidak boleh membunuhnya, kecuali untuk di makan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengecam orang yang menjadikan binatang sebagai sasaran panah (bukan untuk dimakan).

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

لعن الله من اتخذ شيئا فيه روح غر ضا

“Allah mengutuk orang yang menjadikan sesutu yang bernyawa sebagai sasaran”. (Hr. Al-Bukhari, 5515, dan Muslim, 1958).

Maksud hadits ini adalah, tidak boleh menjadikan binatang sebagai sasaran tembak, atau panah hanya untuk melatih ketangkasan memanah atau menembak, bukan untuk memakannya.

Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma berkata,

إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ مَنِ اتَّخَذَ شَيْئًا فِيهِ الرُّوحُ غَرَضًا

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutuk orang yang menjadikan sesuatu yang memiliki roh sebagai sasaran untuk dilempar (bukan untuk di makan)”. (Muttafaqun ‘alaih).

5. Tidak membuatnya bersedih

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang telah menyakiti perasaan burung ini karena anaknya ?. Kembalikanlah kepadanya anak-anaknya”. Beliau mengatakan hal tersebut ketika melihat seekor burung berputar-putar mencari anak-anaknya yang diambil dari sarangnya oleh salah seorang sahabat”. (Hr. Abu Daud, 2675).

6. Tidak boleh membunuh binatang dengan cara membakarnya

Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berjalan melewati sarang semut yang dibakar, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

انه لاينبغى أن يعذ ب بالنار الا رب النار

“Sesungguhnya tidak ada yang berhak menyiksa dengan api selain Rabb (Tuhan) pemilik api”. (Hr. Abu Daud, 2675).

7. Tidak memeras tenaga binatang secara berlebihan

Abdullah bin Ja’far radhiallahu 'anhu berkata,

فَدَخَلَ حَائِطًا لِرَجُلٍ الْأَنْصَارِ فَإِذَا جَمَلٌ، فَلَمَّا رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَنَّ وَذَرَفَتْ عَيْنَاهُ

Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah masuk ke salah satu kebun milik orang Anshar untuk suatu keperluan. Di sana ada seekor unta. Ketika unta itu melihat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, ia bersuara dan berlinang air matanya.

فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَسَحَ ذِفْرَاهُ فَسَكَتَ

Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu mendatanginya dan mengusap bagian belakang kepalanya. Unta itu pun diam.

فَقَالَ: مَنْ رَبُّ هَذَا الْجَمَلِ، لِمَنْ هَذَا الْجَمَلُ؟

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya, “Siapa tuan unta ini ?. Siapa pemilik unta ini ?”.

 فَجَاءَ فَتًى مِنَ الْأَنْصَارِ. فَقَالَ: لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ

Datanglah (pemiliknya), seorang pemuda Anshar, kemudian berkata, "Milik aku ya Rasulullah".

فَقَالَ: أَفَلَا تَتَّقِي اللَّهَ فِي هَذِهِ الْبَهِيمَةِ الَّتِي مَلَّكَكَ اللَّهُ إِيَّاهَا؟، فَإِنَّهُ شَكَا إِلَيَّ أَنَّكَ تُجِيعُهُ وَتُدْئِبُهُ

Maka kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah kamu takut kepada Allah saat (memperlakukan) binatang ini, padahal Allah menjadikanmu memilikinya ?!. Sesungguhnya unta ini mengeluh kepadaku bahwa  engkau membuatnya kelaparan, dan meletihkannya dengan banyak bekerja”.  (Hr. Abu Dawud, dan lainnya, Syaikh al-Albani menilainya sahih dalam ash-Shahihah, no. 20).

Ketika sahabat Umar bin al-Khaththab radhiallahu anhu mengetahui seseorang mengangkut barang menggunakan unta yang melebihi kemampuan binatang tersebut, Umar sebagai penguasa memukul orang tersebut sebagai bentuk hukuman. Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhu  menegurnya dengan mengatakan, “Mengapa kamu mengangkut barang di atas untamu sesuatu yang dia tidak mampu ?”. (Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d).

Sahabat Abu Darda radhiallahu 'anhu punya unta yang dipanggil Dimun. Apabila ada orang yang akan meminjamnya, ia berpesan agar untanya tidak dibebani kecuali sekian dan sekian (yakni sebatas kemampuan unta). Sebab, unta itu tidak mampu membawa yang lebih dari itu. Ketika kematian datang menjemput Abu Darda radhiallahu 'anhu, beliau berkata, “Wahai Dimun, janganlah kamu mengadukanku besok (di hari kiamat) di sisi Rabbku. Aku tidaklah membebanimu kecuali apa yang kamu mampu”. (Lihat ash-Shahihah, 1/67-69).

8. Tidak boleh mengendarai binatang tunggangan dengan cara yang tidak baik

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

ارْكَبُوا هَذِهِ الدَّوَابَّ سَالِمَةً، وَايْتَدِعُوهَا سَالِمَةً

Naikilah binatang itu dalam keadaan baik. Biarkanlah ia dalam keadaan bagus". (Hr. Ahmad, dan lainnya. Disahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahihj al-Jami).

9. Tidak boleh duduk-duduk di atas punggung binatang tunggangan, tanpa diperlukan

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

 وَلَا تَتَّخِذُوهَا كَرَاسِيَّ

"Janganlah kamu jadikan binatang itu sebagai kursi (tempat duduk)". (Hr. Ahmad, dan lainnya. Disahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahihj al-Jami).

Imam Ibnu Muflih rahimahullah dalam kitabnya al-Adab asy-Syar’iyah (jilid 3) menyebutkan pembahasan tentang makruhnya berlama-lama memberdirikan binatang tunggangan dan binatang pengangkut barang melampaui kebutuhannya.

Maksudnya, janganlah salah seorang dari kalian duduk di atas punggung binatang tunggangan untuk berbincang-bincang bersama temannya dalam keadaan tunggangan itu berdiri, seperti kalian berbincang-bincang di atas kursi. Namun, larangan berlama-lama di atas punggung binatang ini adalah apabila tidak ada keperluan. Apabila diperlukan, seperti saat perang atau wukuf di Arafah ketika haji, tidak mengapa. (Faidhul Qadir, 1/611).

10. Tidak boleh memberi cap dengan besi panas pada wajah binatang

Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma meriwayatkan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melewati seekor keledai yang dicap pada wajahnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

لَعَنَ اللهُ الَّذِي وَسَمَهُ

“Allah melaknat orang yang memberinya cap”. (Hr. Muslim).

Namun, dibolehkan memberi cap pada binatang di selain wajahnya.

11. Hendaknya menajamkan pisau ketika akan menyembelih binatang

Apabila hendak menyembelih binatang, disunnahkan supaya menajamkan mata pisau, sehingga binatang yang disembelih bisa cepat mati dan tidak tersiksa.

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ. وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ

"Apabila kamu menyembelih, baguslah dalam cara menyembelih. Hendaklah salah seorang kalian menajamkan pisaunya dan menjadikan binatang sembelihan cepat mati”. (Hr. Muslim).

Selain diperintahkan untuk menajamkan mata pisau, juga dilarang mengasah mata pisau di depan binatang yang hendak disembelih.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah menegur orang yang melakukan demikian dengan sabdanya (yang artinya), “Mengapa kamu tidak mengasah sebelum ini ?!. Apakah kamu ingin membunuhnya dua kali ?!”. (Hr. ath-Thabarani dan al-Baihaqi. Syaikh al-Albani menilainya sahih dalam ash-Shahihah no. 24).

Mar’i al-Hanbali berkata, “Pemilik binatang wajib memberi makanan dan minumannya. Jika dia tidak mau memberinya, dipaksa (oleh penguasa) untuk memberinya. Apabila dia tetap menolak atau sudah tidak mampu lagi memberikan hak binatangnya, ia dipaksa untuk menjualnya, menyewakannya, atau menyembelihnya jika binatang tersebut termasuk yang halal dagingnya. Diharamkan baginya mengutuk binatang, membebaninya dengan sesuatu yang memberatkan, memerah susunya sampai memudaratkan anaknya, memukul dan memberi cap pada wajah. Diharamkan pula menyembelihnya apabila tidak untuk dimakan”.

Demikian, wallahu a'lam.


Sumber tulisan :

https://almanhaj.or.id/370-adab-terhadap-hewan.html

https://www.google.co.id/amp/s/asysyariah.com/menyayangi-binatang/%3famp


_________    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar