SEDERHANA DLM SUNNAH LEBIH BAIK DARI PADA SEMANGAT TAPI SESAT

Kamis, 11 Maret 2021

ADAB ISLAM DALAM BERDAGANG

ADAB ISLAM DALAM BERDAGANG

Seorang muslim yang memiliki usaha dagang, hendaknya tidak semata-mata mencari keuntungan yang besar, tapi ia juga semestinya mencari ridho Allah, sehingga perdagangannya mendapatkan berkah, dan aktifitas usahanya dinilai sebagai ibadah.

Berikut ini adab berdagang yang harus diperhatikan oleh seorang muslim dalam berdagang :

1. Pedagang hendaknya berlaku jujur

Kejujuran dalam berdagang adalah sikap yang terpuji, sehingga Allah Ta'ala pun memberikan banyak keutamaan kepada para pedagang yang jujur.

Berikut ini beberapa keutamaan pedagang yang jujur :

● Mendapatkan keberkahan

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

"Orang yang berjual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang”. (Hr. Muttafaqun ‘alaih).

● Ditempatkan bersama Nabi pada hari Kiamat

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ

“Pedagang yang jujur dan terpercaya akan dibangkitkan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan para syuhada”. (Hr. Tirmidzi, no.1209).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pedagang yang jujur serta terpercaya (tempatnya) bersama para Nabi, orang-orang yang jujur, dan orang-orang yang mati Syahid pada hari Kiamat”. (Hr. Bukhari, Hakim, Tirmidzi dan Ibnu Majjah).

● Mendapatkan naungan Allah di hari Kiamat

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pedagang yang jujur di bawah Arsy pada hari kiamat”. (Hr. Al-Ashbihani).

● Dimudahkan masuk Surga

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pedagang yang jujur tidak terhalang dari pintu-pintu Surga”. (Hr. Tirmidzi).

● Dilindungi Allah

Allah Ta’ala berfirman (dalam hadits Qudsi), “Aku yang ketiga (bersama) dua orang yang berserikat dalam usaha (dagang) selama yang seorang tidak berkhianat (curang) kepada yang lainnya. Apabila berlaku curang, maka Aku keluar dari mereka”. (Hr. Abu Dawud).

2. Benar dalam menimbang, menakar atau mengukur

Menjadi seorang pedagang harus benar dalam menimbang, menakar atau mengukur, dan ini diperintahkan oleh Allah.

Allah Ta'ala berfirman,

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ

“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”. (Qs. Al An’aam: 152).

Allah Ta'ala berfirman,

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. ItuIah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Qs. Al-lsraa: 35).

3. Tidak boleh merugikan pembeli dengan cara mengurangi timbangan atau takaran

Mengurangi timbangan atau takaran adalah perbuatan yang merugikan pembeli, dan Allah Ta'ala mengharamkan perbuatan yang merugikan orang lain.

Allah Ta'ala berfirman,

أَوۡفُواْ ٱلۡكَيۡلَ وَلَاتَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُخۡسِرِينَ (١٨١) وَزِنُواْ بِٱلۡقِسۡطَاسِ ٱلۡمُسۡتَقِيمِ (١٨٢) وَلَا تَبۡخَسُواْ ٱلنَّاسَ أَشۡيَآءَهُمۡ وَلَا تَعۡثَوۡاْ فِى ٱلۡأَرۡضِ مُفۡسِدِينَ (١٨٣)

“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya, dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”. (Qs. Asy-Syu’araa: 181-183).

Allah mengancam orang yang mengurangi timbangan atau takaran dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih, dengan adzab yang pedih pada hari pembalasan (Kiamat).

Allah Ta'ala berfirman,

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (١) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (٢) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (٣) أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (٤) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (٥) يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (٦)

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang ini menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan Semesta Alam ini”. (Qs. Al-Muthaffifiin: 1-6).

4. Tidak berbohong dalam menjual dagangan

Berbohong dalam menjual dagangan dengan harapan ingin mendapatkan keuntungan yang besar, adalah perbuatan tercela. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan umatnya yang berdagang untuk tidak berbohong dalam menjual dagangannya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Wahai para pedagang, hindarilah kebohongan”. (Hr. Thabrani).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seutama-utama usaha dari seseorang adalah usaha para pedagang yang bila berbicara tidak berbohong, bila dipercaya tidak berkhianat, bila berjanji tidak ingkar, bila membeli tidak menyesal, bila menjual tidak mengada-ada, bila mempunyai kewajiban tidak menundanya dan bila mempunyai hak tidak menyulitkan”. (Hr. Ahmad, Thabrani dan Hakim).

5. Tidak boleh menjual dagangan yang cacat tanpa memberitahukannya terlebih dahulu

Haram hukumnya menjual dagangan yang rusak atau cacat tanpa terlebih dahulu memberitahukannya kepada calon pembeli.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesama muslim adalah saudara. Oleh karena itu seseorang tidak boleh menjual barang yang ada cacatnya kepada saudaranya, namun ia tidak menjelaskan cacat tersebut”. (Hr. Ahmad, dan lbnu Majaah).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu barang dengan tidak menerangkan (cacat) yang ada padanya, dan tidak halal bagi orang yang tahu (cacat) itu, tapi tidak menerangkannya”. (Hr. Baihaqi).

6. Tidak boleh menimbun barang dagangan dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang banyak

Menimbun dalam bahasa Arab adalah ihtikaru dari kata ihtikara-yahtakiru yang bermakna secara bahasa adalah al habsu (menahan) dan al jam’u (mengumpulkan).

Ibnu Mandhur berkata, “Yaitu menahan (tidak menjual) bahan makanan sambil menunggu (naiknya harga)”. (Lisanul Arab 44/208).

Adapun makna secara syar’i al-ihtikar adalah menahan suatu barang (tidak menjualnya), padahal dia tidak membutuhkannya, sedangkan manusia sangat membutuhkannya, lalu menjualnya di saat harga melambung tinggi sehingga menyulitkan manusia.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengancam orang yang sengaja menimbun dagangan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melakukan penimbunan terhadap makanan kaum muslimin, Allah akan menimpanya dengan kerugian atau akan terkena penyakit”. (Hr. Ahmad).

Ancaman lainnya, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebutkan dan dalam beberapa sabdanya, yaitu :

● Akan mendapatkan laknat Allah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dan orang yang menimbun barang dagangannya akan dilaknat Allah”. (Hr. lbnu Majjah).

● Akan mendapatkan dosa

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menimbun makanan, maka ia adalah orang yang berdosa”. (Hr. Muslim dan Abu Daud).

● Allah tidak akan bertanggung jawab

Akibat lainnya adalah, pada hari Kiamat Allah tidak akan bertanggung jawab, sehingga ia harus bertanggung jawab sendiri akibat dari perbuatannya. Padahal pada hari Kiamat semua manusia butuh pengampunan Allah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menimbun makanan selama 40 hari, maka ia akan lepas dari tanggung jawab Allah dan Allah pun akan cuci tangan dari perbuatannya”. (Hr. Ahmad).

7. Tidak boleh menipu supaya dagangannya cepat laku

Orang yang berdagang dengan tujuan ingin mendapatkan keuntungan yang besar dengan cara menipu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengancamnya tidak akan diakui sebagai umatnya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

من غشنا فليس منا

“Barangsiapa yang mencurangi kami, bukan dari pengikut kami”. (Hr. Muslim).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Siapa saja menipu, maka ia tidak termasuk golonganku”. (Hr. Bukhari).

8. Tidak boleh bersumpah palsu

Tidak jarang seorang pedagang bersumpah palsu demi mendapatkan keuntungan yang banyak, atau supaya dagangannya cepat habis. Padahal ancamannya sangat berat, yaitu mendapatkan adzab pada hari Kiamat.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga kelompok orang yang kelak pada hari Kiamat Allah tidak akan berkata-kata, tidak akan melihat, tidak akan pula mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih. Abu Dzarr berkata, “Rasulullah mengulang-ulangi ucapannya itu, dan aku hertanya”, Siapakah mereka itu, ya Rasulullah ?”. Beliau menjawab, “Orang yang pakaiannya menyentuh tanah karena kesombongannya, orang yang menyiarkan pemberiannya (mempublikasikan kebaikannya), dan orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu”. (Hr. Muslim).

Selain mendapatkan adzab yang berat pada hari Kiamat, juga perdagangannya tidak akan mendatangkan keberkahan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Sumpah dengan maksud melariskan barang dagangan adalah penghapus barokah”. (Hr. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Sumpah (janji) palsu menjadikan barang dagangan laris, (tetapi) menghapus keberkahan”. (Hr. Tirmidzi, Nasal dan Abu Dawud).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Berhati-hatilah, jangan kamu bersumpah dalam penjualan. Itu memang melariskan jualan tapi menghilangkan barokah (memusnahkan perdagangan)”. (Hr. Muslim).

9. Tidak boleh menjual barang yang sudah di beli

Haram menjual dagangan yang sudah dibeli, karena tergiur dengan keuntungan yang lebih besar.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seseorang menjual suatu barang yang telah dibeli oleh orang lain”. (Hr. Bukhari).

10. Hendaknya murah hati dalam berdagang

Seorang pedagang hendaknya murah hati dalam menjual dagangannya. Tidak semata-mata mencari keuntungan yang banyak.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah berbelas kasih kepada orang yang murah hati ketika ia menjual, bila membeli dan atau ketika menuntut hak”. (Hr. Bukhari).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Allah memberkahi penjualan yang mudah, pembelian yang mudah, pembayaran yang mudah dan penagihan yang mudah”. (Hr. Aththahawi).

11. Banyak sedekah

Seorang pedagang hendaknya banyak bersedekah.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ، إِنَّ الشَّيْطَانَ وَالإِثْمَ يَحْضُرَانِ البَيْعَ، فَشُوبُوا بَيْعَكُمْ بِالصَّدَقَةِ

“Wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa hadir dalam jual-beli. Maka iringilah jual-belimu dengan banyak bersedekah”. (Hr. Tirmidzi 1208).

Itulah adab Islam yang harus diperhatikan dalam berdagang, semoga bermanfaat, wallahu a'lam.

By: Abu Meong


Sumber tulisan : https://pengusahamuslim.com/210-etika-pengusaha-muslim.html


______________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar