SEDERHANA DLM SUNNAH LEBIH BAIK DARI PADA SEMANGAT TAPI SESAT

Minggu, 07 Maret 2021

ADAB ISLAM DALAM BERKENDARAAN

ADAB ISLAM DALAM BERKENDARAAN

Berikut ini di antara adab Islam dalam berkendaraan supaya selamat dan mendapatkan berkah dari Allah :

1. Ucapkan bismillah ketika kaki mulai menaiki kendaraan

Bagi orang yang hendak bersafar disunnahkan ketika pertama kali meletakkan kaki untuk menaiki kendaraan membaca,

بِسْمِ اللهِ

"Bismillah"

Artinya, "Dengan menyebut nama Allah".

Dalam riwayat at-Tirmidzi, membaca "Bismillah" tiga kali. (Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi, III/420 no. 3446).

Kalimat thoyyibah (Bismillah) ini disunnahkan untuk selalu dibaca apabila setiap hendak memulai melakukan kegiatan (aktifitas).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ كَلَامٍ أَوْ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُفْتَحُ بِذِكْرِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَرُ - أَوْ قَالَ: أَقْطَعُ -

“Setiap perkataan atau perkara penting yang tidak dibuka dengan dzikir pada Allah, maka terputus berkahnya”. (Hr. Ahmad, 2: 359).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِـبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَرُ

“Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanir rahiim’, amalan tersebut terputus berkahnya”. (Hr. al-Khatib dalam al-Jami’).

Imam Nawawi Al-Bantani menyatakan bahwa bismillah dibaca pada suatu perkara yang penting atau pada perkara mubah dan tidak termasuk dalam suatu yang haram atau makruh. Namun bismillah tidak untuk suatu perkara yang remeh seperti menyapu kotoran binatang, dan bacaan bismillah bukanlah sebagai bacaan dzikir seperti tahlil. (Kasyifah As-Saja Syarh Safinah An-Najaa, hlm. 26).

2. Berdo'a ketika sudah duduk di kendaraan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk berdo'a ketika hendak memulai berkendara dengan do'a berikut,

سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَـهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ. اَلْحَمْدُ لِله، اَلْحَمْدُ لِلََّهِ، اَلْحَمْدُ لِله، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، سُبْحَانَكَ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

“Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami (pada hari kiamat). Segala puji bagi Allah (3x), Allah Maha Besar (3x), Maha Suci Engkau, ya Allah !. Sesungguhnya aku menganiaya diriku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau”. (Hr. Abu Dawud, dan Tirmidzi).

3. Berdzikir selama dalam perjalanan

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما من راكب يخلو في مسيره بالله وذكره إلا ردفه ملك، ولا يخلو بشعر ونحوه إلا كان ردفه شيطان

“Pengendara yang dalam perjalanannya karena Allah dan disertai dzikir maka yang menjadi penumpangnya adalah Malaikat. Sedangkan pengendara yang perjalanannya disertai nyanyian atau sejenisnya, maka yang menjadi penumpangnya adalah syetan”. (Hr. Thabrani dalam al mu’jamul kabiir, no 895. dihasankan oleh syaikh Al Albani dalam shahih jami, no 5706).

4. Bertasbih ketika melewati jalan menurun

Kalimat tasbih yaitu,

سُبْحَانَ اللَّهِ

"Subhanallah"

Artinya : "Maha suci Allah"

Kalimat 'Subhanallah' disunnahkan dibaca apabila sedang dalam perjalanan (safar) menemukan jalan menurun.

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

وَإِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا

"Dan ketika kami melewati jalanan yang turun, kami bertasbih". (Hr. Bukhari 2993).

5. Bertakbir ketika melewati jalan menanjak

Kalimat takbir yaitu,

اللَّهُ أَكْبَرُ

"Allahu Akbar"

Artinya : "Allah Maha Besar.

Kalimat, "Allahu Akbar" disunnahkan dibaca di antaranya apabila sedang dalam perjalanan (safar) menemukan jalan menanjak.

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

كُنَّا إِذَا صَعِدْنَا كَبَّرْنَا

"Kami (para sahabat) ketika melewati jalanan yang naik, kami bertakbir". (Hr. Bukhari 2993).

6. Mengikuti peraturan lalu lintas

Peraturan lalu lintas dibuat oleh pemerintah dengan tujuan terwujudnya masyarakat yang tertib, beretika dan berbudaya dalam berlalu lintas, sehingga pengendara bisa selamat dan sampai tujuan.

Seorang muslim wajib patuh kepada pemerintah, selama tidak memerintahkan untuk berbuat munkar.

Allah Ta'ala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوااللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman taatlah kalian kepada Allah, dan taatlah kalian kepada Rosul, dan Ulil amri (pemerintah) kalian”. (Qs. An-Nisaa: 59).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﺍﻟﺴَّﻤْﻊُ ﻭَﺍﻟﻄَّﺎﻋَﺔُ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺃَﺣَﺐَّ ﻭَﻛَﺮِﻩَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﻳُﺆْﻣَﺮَ ﺑِﻤَﻌْﺼِﻴَﺔٍ ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﻣَﺮَ ﺑِﻤَﻌْﺼِﻴَﺔٍ ﻓَﻼَ ﺳَﻤْﻊَ ﻭَﻻَ ﻃَﺎﻋَﺔَ

“Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa) dalam perkara yang ia senangi dan ia benci kecuali apabila diperintah kemaksiatan. Apabila diperintah kemaksiatan maka tidak perlu mendengar dan taat”. (Hr. Bukhari 7144 dan Muslim 1839).

7. Tidak mengangkut penumpang atau barang yang melebihi kapasitas

Membebani kendaraan melebihi daya angkut yang telah ditetapkan merupakan bentuk kelalaian terhadap keselamatan berkendara. Kendaraan yang mengangkut orang atau barang yang melebihi kapasitas yang ditentukan, akibat buruknya di antaranya akan membuat kinerja rem tidak maksimal sehingga kendaraan akan sulit dikendalikan. Padahal rem didesain untuk kendaraan dengan tonase (daya angkut beban) yang sudah ditetapkan. Jika muatan berlebih menyebabkan kinerja rem menjadi berat, sehingga kemampuan rem menjadi lemah bahkan hilang (blong). Dan ini yang sering menjadi penyebab kendaraan mengalami kecelakaan.

Membebani kendaraan yang melebihi kapasitas daya angkut, artinya menjerumuskan diri ke dalam perbuatan yang membahayakan keselamatan diri. Dan Allah Ta'ala memperingatkan untuk tidak melakukan perbuatan yang mencelakakan.

Allah Ta'ala berfirman,

وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

"Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan". (Qs. Al-Baqoroh: 195).

8. Gunakan kendaraan untuk keperluan yang baik, bukan untuk bermaksiat

Memiliki kendaraan merupakan nikmat dari Allah Ta'ala, maka jangan jadikan kendaraan yang kita miliki menjadi sarana untuk bermaksiat.

Abu Hazim mengatakan,

كُلُّ نِعْمَةٍ لاَ تُقَرِّبُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَهِيَ بَلِيَّةٌ

“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah”. (Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 82 dan ‘Iddatush Shobirin, hal 159).

Bersyukur memiliki kendaraan, jangan sampai nikmat memiliki kendaraan menjadi sebab datangnya laknat Allah.

Al Hasan Al Bashri berkata,

إِنَّ اللهَ لَيُمَتِّعُ بِالنِّعْمَةِ مَا شَاءَ فَإِذَا لَمْ يُشْكَرْ عَلَيْهَا قَلَبَهَا عَذَابًا

“Sesungguhnya Allah memberikan nikmat kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Jika seseorang tidak bersyukur, nikmat tersebut malah berubah menjadi siksa”. (’Uddatush Shobirin, hal. 148).

9. Tidak sombong ketika berkendara

Tidak sedikit pengendara motor atau mobil mewah yang dikeluhkan masyarakat karena dinilai arogan dalam berkendara. Sebagian dari kendaraan mewah ada yang memasang aksesoris seperti lampu strobo, sirine dan modif suara klakson, seolah-olah mereka ingin mendapatkan prioritas di jalan raya. Perilaku yang demikian menimbulkan kesan sombong dan pamer kendaraan mewah.

Padahal Islam melarang umatnya memiliki sifat sombong.

Allah Ta'ala berfirman,

وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولا

“Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan sampai setinggi gunung”. (Qs. Al-Isra: 37).

10. Mendahului memberi salam kepada pejalan kaki

Apabila berpapasan dengan pejalan kaki, disunnahkan mendahului memberi ucapan salam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِى

“Hendaknya pengendara lebih dahulu mengucapkan salam kepada pejalan kaki". (Muttafaqun ‘alaih).

Ibnu Hajar Al Asqalani berkata, “Pengendara dianjurkan untuk lebih dahulu mengucapkan salam, agar ia terhindar dari kesombongan karena kendaraan yang ia kendarai. Dengan demikian ia dapat menjaga kerendahan hatinya”. (Fathul Bary, 11/17).

11. Menawarkan tumpangan kepada pejalan kaki bila tujuannya searah dengan kita

Demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim, biasa membonceng para sahabatnya ketika Nabi menunggangi kendaraan. Di antaranya ketika Nabi berkendaraan dari padang Arafah menuju Muzdalifah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memboncengkan Usamah bin Zaid. Dan ketika esok harinya Nabi memboncengkan Fadhel bin Abbas hingga tiba di Mina. Dan pada kesempatan yang lain, Nabi mengendarai keledai dan memboncengkan sahabat Mu’ad bin Jabal. 

Syeikh Abdurrahman bin Hasan At Tamimi berkata, "Pada kisah ini terdapat isyarat tentang kerendahan hati beliau. Beliau tidak merasa sungkan untuk mengendarai keledai dan memboncengkan orang lain. Tentu ini menyelisihi kebiasaan orang-orang yang bersifat angkuh lagi sombong". (Fathul Majid, 47).

Demikian adab berkendara dalam Islam, supaya berkendara dengan selamat dan mendapatkan berkah dari Allah Ta'ala, wallahu a'lam.

By : Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏Mąŋţяί (Abu Meong)

Kunjungi blog pribadi di :

https://agussantosa39.wordpress.com/category/01-islam-dakwah-tauhid/01-islam-sudah-sempurna

https://axingx.blogspot.com/?m=1

Kunjungi juga Channel Youtube Abu Meong di, https://m.youtube.com/channel/UCY84L0V-doictq9w3VxQpaw/videos

Sumber tulisan :

https://muslimah.or.id/5709-nikmatnya-berkendaraan.html

https://rumaysho.com/7390-nikmat-berubah-menjadi-musibah.html

https://arifinbadri.com/361-adab-berkendaraan.html


________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar